Senin, 02 Juli 2012

Fotografi Jadi Lifestyle Para Remaja


Saat ini kita sedang hidup dan berada di jaman yang tak lepas dari peralatan yang serba canggih, dimana teknologi sangat berperan besar dalam kehidupan manusia. Mulai dari perangkat rumah tangga, perangkat hiburan, perangkat komunikasi dan lain sebagainya. Contohnya saja bidang Fotografi, dunia fotografi akhir-akhir ini sangatlah berkembang pesat. Sebagai sampel yang nyata, kita tengok saja kota Solo atau Surakarta, Setiap sudut-sudut kota, tak jarang kita jumpai seseorang yang terlihat menenteng sebuah kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex). Bahkan sering juga kita melihat sekelompok orang yang sedang berburu objek untuk dibidik dengan kamera mereka. Dan uniknya lagi sebagian besar dari mereka masih memiliki umur yang muda.
Dulu, manakala teknologi belum berkembang begitu pesat, Kamera SLR (Single Lens Reflex) dan macam-macam lensa sebagai peralatan yang wajib dimiliki untuk terjun dalam bidang fotografi, adalah barang yang harganya bisa dibilang relatif mahal walaupun pada saat itu teknologi pada kamera hanya berbekal mesin yang konvensional. Sedangkan biaya cuci film dan cetak foto pun juga jadi kendala utama bagi siapapun yang ingin bergelut didunia fotografi. Hal ini lah yang menjadi alasan banyak orang berpikir dua kali untuk menjalani hobi fotografi kala itu.
Semua kendala dalam dunia konvensional pun larut dan hilang taktala sekitar periode 2000an berbagai perusahaan-perusahaan besar mulai berlomba-lomba menciptakan produk kamera berteknologi digital dengan harga yang cukup terjangkau. Hal ini seakan menjadi angin segar bagi pecinta fotografi yang sudah bertahun-tahun direpotkan dengan segala tetek bengek yang ada. Inilah awal dari kejayaan bidang fotografi, dengan munculnya teknologi kamera digital yang tidak harus repot-repot membeli rol film, mencuci film dan masalah klasik lain. Karena pada DSLR fitur yang disediakan cukup memanjakan para fotografer.
Bayangkan, dulu untuk dapat memotret saja kita harus merogoh sebagian isi kantong dulu untuk membeli sebuah rol film. Sedangkan pada kamera digital masa kini rol film tersebut sudah tergantikan dengan teknologi sensor CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) terbaru yang dapat digunakan sampai ratusan ribu jepret. Dulu jika ingin melihat hasil pemotretan, kita harus direpotkan dengan proses mencuci dan mencetak rol film pada kamar gelap. Dan dapat merogoh kocek lebih dalam lagi, bagi yang tidak punya kamar galap sendiri dan tidak tahu proses mencuci dan mencetak karena harus membawa ke studio foto yang menerima jasa cuci-cetak. Berbanding terbalik dengan sekarang, cukup dengan sekali jepret, hasil foto dapat disimpan di kartu memori dan dapat langsung dilihat pada LCD (Liquid Crystal Display) kamera. Kemudian jika kita ingin mencetaknya pada kertas, kita tinggal memindah file ke komputer kemudian akan dicetak oleh mesin printer. Hal inilah yang mendorong semua orang yang hobi maupun yang awam mulai berbondong-bondong mengikuti perkembangan fotografi. Baik untuk sekedar belajar atau bahkan bertekat untuk mencari penghasilan pada bidang ini.

Dewasa ini, dari berbagai kalangan dan segala latar belakang. Orang dapat leluasa membawa pulang sebuah kamera DSLR beserta aksesorisnya dengan harga yang murah meriah. Kamera DSLR yang sejatinya digunakan seorang fotografer dalam menangkap keindahan suatu momen pada citra dua dimensi ini, kini sudah mulai bias fungsinya. Di sekitar kota Solo tak jarang kita jumpai anak-anak muda dengan kisaran umur belasan tahun sudah terbiasa berjalan-jalan sambil menenteng-nenteng kamera DSLR. Bahkan kebanyakan dari para remaja itu terlihat membawa peralatan yang mahal dengan standar professional. Ironisnya rata-rata dari mereka menggunakan mode automatis. Hal ini sangatlah mubadzir mengingat kamera DSLR dirancang untuk dapat diatur oleh pengguna dengan leluasa dan sekreatif mungkin, dan bukan untuk sebaliknya.
Inilah yang akan terjadi jika sebuah benda dengan nilai fungsi istimewa berada di tangan para remaja seperti mereka, fungsi kamera pun tak hanya sekedar dokumentasi kegiatan sehari-hari mereka, melainkan juga sebagai ajang untuk bergaya narsis dan pamer peralatan mahal. Hal seperti ini sebenarnya dapat kita tanggulangi dengan mengarahkan mereka pada aktivitas yang positif, Seperti menyerukan mereka untuk bergabung dalam komunitas berbau fotografi. Komunitas fotografi pun kini sudah membludak di kota solo sehingga kita tak usah sungkan untuk bergabung dengan salah satu komunitas mereka. Dengan bergabung pada komunitas kita dapat berbagi pengalaman, baik itu pengetahuan masalah teknis maupun secara estetis.

Minggu, 01 Juli 2012

Sebuah Karya Video Art

Memoirs of Art

Sebuah karya Video Art dari kami mahasiswa Seni Rupa Murni UNS Surakarta.
Selamat mengapresiasi karya kami.

The Beatles on Printmaking Art


Behind The Scene of The Deadles


Proses Pembuatan
Proses pembuatan karya yang berjudul The Deadles ini menggunakan teknik Dry Point, yaitu salah satu teknik cetak dalam. Langkah pertama penciptaan karya ini adalah dengan menyiapkan selembar pelat berbahan aklirik yang kemudian di bagian belakangnya ditempeli sketsa karya untuk memudahkan seniman menggoreskan besi runcing pada permukaan pelat aklirik. Kemudian proses berikutnya adalah menuangkan tinta cetak pada permukaan pelat acuan. Setelah tinta cetak rata menyelimuti permukaan, maka langkah berikutnya adalah membersihkan permukaan yang tinggi dengan kain perca dan kertas  di permukaan yang sebelumnya telah digores dengan besi runcing. Kemudian media kertas cetak dibasahi dengan air agar lembab dan memudahkan perpindahan tinta pada saat ditekan dengan mesin cetak.
Konsep Karya
The Beatles, siapa yang tidak mengenal band rock papan atas asal inggris ini. Salah satu dedengkot musik rock yang sampai saat ini lagu-lagunya masih sering didengar maupun dilantunkan oleh para pecinta musik. Walaupun telah bubar puluhan tahun lalu, mereka tetap hidup dalam karya yang telah mereka ciptakan. Musisi yang karya-karya nya akan selalu abadi di jagad ranah hiburan dan tak kan mati (Deadles). Pada visualisasi karya terdapat empat figur personel The Beatles yang disajikan dalam media kertas.

 
The Deadles Tahun Pembuatan : 2011 Ukuran : 46 x 23cm Teknik : Dry Point
By Jefry Reza

Jika sejenak kita mencermati karya ini, maka ada yang ganjil dengan dengan tulisan “The Deadles”. Pada tulisan tersebut kata The Deadles tercetak terbalik seperti pada pantulan cermin. Adakah kesalahan pada saat proses pembuatan? Ataukah ada maksud tertentu yang akan disampaikan oleh si pembuat karya?. Jika kita mengamati hasil karya drawing dengan drypoint, sekilas tidak ada perbedaan yang mencolok kecuali adanya edisi cetakan yang tercantum pada bagian bawah karya. Maka dari itu tulisan The Deadles dengan posisi terbalik menegaskan bahwa inilah ciri khas seni grafis, dimana sketsa pada pelat akan terbalik ketika dicetak pada sebuah media.